Minggu, 25 Desember 2011

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA FRAKTUR DENGAN PEMASANGAN ILLIZAROV


1. Definisi.
       Fraktur cruris sepertiga distal adalah terputusnya hubungan kontinuitas tulang tibia dan fibula pada daerah sepertiga bawah tungkai bawah (Apply, 1995).
Ilizarov, Bone lengthening, Bone distraction osteogenesis atau Callotaxis adalah suatu istilah yang sama dalam program pemanjangan tulang. Ilizarov dikembangkan pertama kali oleh seorang dari Siberia Rusia yang bernama Gabriel Abramovich Ilizarov. Ilizarov adalah suatu alat eksternal fiksasi yang berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran tulang dan untuk membantu dalam proses pemanjangan tulang (Ismail Maryanto, 20)


Indikasi pemasangan Ilizarov : 
            (1) Menyamakan panjang lengan atau tungkai yang tidak sama,
          (2) Menyamakan dan menumbuhkan daerah tulang yang hilang akibat patah                   tulang terbuka yang hilang,
          (3) Membuang tulang yang infeksi dan diisi dengan cara menumbuhkan tulang                 yang sehat,
          (4) Menambah tinggi badan,
Kontra indikasi pemasangan Ilizarov :
 
          (1) Open fraktur dengan soft tissue yang perlu penanganan lanjut yang lebih                 baik bila dipasang single planar fiksator,
          (2) Fraktur intra artikuler yang perlu ORIF,
          (3) Simple fraktur (bisa dengan pemasangan plate and screw nail wire),
          (4) Fraktur pada anak (fresh).

Prosedur pemutaran Ilizarov :

          (1) Pada rod (batang berulir) diameter 8 mm pemutaran penuh satu lingkaran               (360°) setara dengan pergerakan 1,2 mm,
          (2) Pada rod 6 mm setara dengan 1 mm,
          (3) Proses pemanjangan tulang dalam sehari maksimal 1 mm dan dibagi dalam                   beberapa kali siklus pemutaran.

Kekurangan dari system Ilizarov adalah

       (1) Waktu operasi lama,
          (2) Perawatan lama perlu kerja sama yang baik dengan pasien,
          (3) Nyeri,
          (4) Potensial terjadi gangguan neurovaskuler,
          (5) Penderita harus kontrol secara teratur,
          (6) Siap secara psikologis bagi pemakainya,
          (7) Kaku Sendi. (Ismail Maryanto, 2003).

2. Patologi.

          Pada tindakan operasi pemanjangan tulang tibia dengan menggunakan ilizarov maka prosedur pemasangannya, terlebih dahulu akan dilakukan osteotomi atau pemotongan tulang kemudian ditempelkan lagi dan dilakukan fiksasi dengan alat-alat fiksator eksterna (Ismail Maryanto, 2003). Pada tindakan operasi maka akan dilakukan incisi, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan lunak di bawah kulit maupun pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya odema, nyeri, dan penurunan lingkup gerak sendi. Menurut Dandy (1993) yang dikutip oleh Hanssenkam (1999), bahwa pada dasarnya penyembuhan pada cidera jaringan lunak ada 3 tahap yaitu injury, inflamation, dan repair.

a. Injury
Pada tahap ini ,jaringan lunak yang disayat pada proses operasi menyebabkan luka dan perdarahan serta kematian beberapa jaringan tersebut. Pada ruang incisi akan terjadi perdarahan yang kemudian akan diikuti penggumpalan. Setelah itu tubuh akan mengeluarkan leukosit untuk fagositosis jaringan yang mati.

b. Inflamation
.Pada masa ini juga terdapat tanda-tanda peradangan seperti bengkak, nyeri, teraba panas, dan kemerah-merahan, dan kehilangan fungsi. Pada tahap ini karena terjadi kerusakan pada jaringan lunak akan menstimulus pengeluaran zat-zat kimiawi dari dalam tubuh yang membuat nyeri seperti histamin dan bradykinin. Bengkak terjadi karena peimbunan exudat dibawah kulit. Teraba panas dan kemerah-merahan terjadi karena perubahan vaskuler berupa vasodilatasi pembuluh darah, sehingga darah banyak terkonsentrasi pada luka tersebut, (Lachmann,1988).

c. Repair
Pada tahap ini penyembuhan terjadi dengan mengganti jaringan yang rusak atau hilang dengan jaringan subtitusi (jaringan pengganti). Jaringan subtitusi yang mengganti jaringan asal yang rusak atau hilang adalah jaringan kolagen (collagen), sehingga akan timbul fibrosis yang akhirnya akan berwujud sebagai jaringan parut (cicatrix).
          Pada tindakan operasi, tulang yang mengalami perpatahan akan disambung kembali. Menurut Apley (1995), secara fisiologis tulang yang mengalami perpatahan mempunyai kemampuan menyambung. Proses penyambungan tulang dibagi dalam 5 fase, yaitu :

a. Fase Hematoma
Pada saat terjadi fraktur pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati.

b. Fase Proliferasi
Setelah fraktur terdapat reaksi radang akut yang disertai proliferasi sel dibawah periosteum dan di dalam saluran medula akan tertembus. Sel-sel ini merupakan awal dari osteoblast, yang akan melepaskan substansi interseluler. Jaringan seluler mengelilingi masing-masing fragmen yang akan menghubungkan tempat fraktur. Hematoma membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang kedalam daerah itu.

c. Fase pembentukan kalus.
Jaringan seluler berubah menjadi osteoblast dan osteoklast. Osteoblast melepaskan matrik interseluler dan polisakarida yang akan menjadi garam kalsium dan mengendap disitu sehingga terjadi jaringan kalus. Tulang yang dirangkai (woven bone) muncul pada kalus. Tulang yang mati di bersihkan.

d. Fase Konsolidasi
Aktivitas osteoklast berlanjut, tulang yag dirangkai digantikan oleh tulang lamelar dan fraktur dipersatukan secara kuat.

e. Fase Remodelling
          Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang padat. Tulang yang baru berbentuk sehingga mirip dengan struktur normal.

A. Teknologi Intervensi Fisiot erapi.
Terapi latihan adalah salah satu modalitas fisioterapi dengan menggunakan gerak tubuh baik secara active maupun passive untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner,1996). Teknologi intervensi Fisioterapi yang dapat digunakan antara lain :

       1. Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini bermanfaat untuk mengurangi oedem.

2. rileks passive movement
          Merupakan gerakan yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Gerakan ini bertujuan untuk melatih otot secara pasif, oleh karena gerakan berasal dari luar atau terapis sehingga dengan gerak rileks passive movement ini diharapkan otot yang dilatih menjadi rilek maka menyebabkan efek pengurangan atau penurunan nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 1996). Mekanisme penurunan nyeri oleh gerakan rileks passive movement sebagai berikut : adanya stimulasi kinestetik berupa gerakan rileks pasif movement yang murni berasal dari luar atau terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien akan merangsang muscle spindle dan organ tendo golgi dalam pengaturan motorik, fungsi dari muscle spindle adalah
         
          (1) mendeteksi perubahan panjang serabut otot,
          (2) mendeteksi kecepatan perubahan panjang otot,
sedangkan fungsi dari organ tedo golgi adalah mendeteksi ketegangan yang bekerja pada tendo golgi saat otot berkontraksi (Guyton, 1991). Dengan terstimulasinya muscle spindle dan organ tendo golgi lewat gerakan rileks passive movement akan mempengaruhi mekanisme kontraksi dan rileksasi otot, yaitu bahwa ion-ion calsium secara normal berada dalam ruang reticulum sarcoplasma. Potensial aksi menyebar lewat tubulus transversum dan melepaskan Ca 2+. Filamen-filamen actin (garis tipis) menyelip diantara filamen-filamen myosin, dan garis-garis bergerak saling mendekati. Ca 2+ kemudian dipompakan kedalam reticulum sarcoplasma dan otot kemudian mengendor (Chusid, 1993). Dengan kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut:

          (1)   Tidak ada lagi perbedaan tekanan intramuscular yang menekan nociceptor                sehingga nociceptor tidak terangsang untuk menimbulkan nyeri,
          (2) Dengan gerakan rileks passive movement yang berulang-ulang maka                 nociceptor akan beradaptasi terhadap nyeri.

          Suatu sifat khusus dari  semua reseptor sensoris adalah bahwa mereka beradaptasi sebagian atau   sama sekali terhadap rangsang mereka setelah suatu periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls yang sangat tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai akhirnya banyak diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat pula untuk menentukan dosis gerakan rileks passive movement agar dapat menstimulasi muscle spindle.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu :
          (1) Sebagian adaptasi disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor              itu sendiri,
          (2) Sebagian disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal.                        (Guyton, 1991)
          (3) Dengan mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement akan             mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri.
Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu :
          (1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular                   dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah,
          (2) Kontraksi otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut.
Oleh karena itu , spasme otot mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri iskemik yang khas. Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk sebagai akibat metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin pila zat kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).
3 PASSIVE JOINT MOBILITY
Gerakan tubuh manusia terjadi pada persendian. Macam gerakan dan ROM tergantung dari struktur anatomi sendi, juga posisi otot yang mengontrol gerakan tadi.
Kapsular ligament yang seluruhnya terdapat didalam kapsul sendi akan memberikan penguat terhadap synovial membrane, dimana synovial membrane tadi akan mengeluarkan cairan kedalam rongga sendi yang menjamin gerakan sendi tetap licin, juga memberikan makan terhadap cartilago.
Pada kaki banyak terdapat persendian, sehingga memungkinkan kaki dapat berjalan, menyesuaikan bermacam-macam permukaan dan tampak lentur atau mengeper.

4 ACTIVE EXERCISE
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle spindle sangat penting dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri dengan menggunakan gerakan pasif. Untuk menekankan pentingnya system eferen gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil yang bertugas merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah sentral berkontraksi. Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut saraf motorik ke otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik besar jenis A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak lain apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan. Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan dengan kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : 
(1) mencegah muscle spindle menentang kontraksi otot,
(2) mempertahankan sifat responsif muscle spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan tidak menghiraukan perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle spindle secara sadar dan optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri.(Guyton,1991).

Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan resited active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena merangsang rileksasi propioseptif. Resisted active exercise dapat meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment motor unit-motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja, dapat dilakukan dengan peningkatan secara bertahap beban atau tahanan yang diberikan dengan penurunan frekuensi pengulangan (Kisner, 1996). Mekanime peningkatan kekuatan otot melalui gerakan resisted active execise adalah dengan adanya irradiasi atau over flow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit, motor unit merupakan suatu neuron dan group otot yang disarafinya. Komponen-komponen serabut otot akan berkontraksi bila motor unit tersebut diaktifir dengan memberikan rangsangan pada cell (AHC)nya. Jadi kekuatan kontraksi otot ditentukan motor unitnya, otot akan berkontraksi secara kuat bila otot tersebut semakin banyak menerima rangsangan motor unitnya. Karena otot terdiri dari serabut-serabut dengan motor unit yang mensyarafinya, maka kontraksi otot secara keseluruhan tergantung dari jumlah motor unit yang mengaktifir otot tersebut pada saat itu. Jumlah motor unit yang besar akan menimbulkan kontraksi otot yang kuat, sedangkan kontraksi otot yang lemah hanya membutuhkan keaktifan motor unit relatif lebih sedikit.(Heri Priatna, 1983).

5. LATIHAN JALAN
Aspek terpenting pada penderita fraktur tungkai bawah adalah kemampuan berjalan ,latihan yang yang dilaksanakan adalah ambulasi non weight bearing, dengan menggunakan alat bantu berupa 2 buah kruk, caranya kedua kruk dilangkahkan kemudian diikuti kaki yang sehat sementara kaki yang sakit menggantung (Cash, 1966). Syarat berjalan dengan alat Bantu
(1) Otot-otot lengan harus kuat,
(2) Harus mempertahankan keseimbangan dalam posisi berdiri dengan alat                    bantu,
(3) Bisa berdiri lama minimal 15 menit.(Tidys, 1961).

DAFTAR PUSTAKA

  • Appley,A.G and Louis Solomon.(1995).Terjemahan Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley ( edisi ke7).Widya Medika.
  • Chusid, J.G.(1993).Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional (edisi empat).Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
  • Gerhardt, j. John and Russe, A. Cotto.(1995). International SFTR Method of Measuring and Recording Joint Motion. Stugart : Hans huber Publiser.
  • Hassenkam ,Marie.(1999). Soft Tissue Injuries. In Atkinson Karen, et.all.Physioterapi in Orthopaedic.Philadelpia : F.A davis Company.
  • Kisner,Carolyn and Lynn Colby. (1996). Therapeutic Exercise Foundation and Techniques ( third edition). Philadelphia : F.A Davis Company.
  • Kumar, et. All. (1992). Basic Pathology (fifth edition). Philadelpia :W. B Saunder Company.
  • Lachmann, Sylvia. (1988). Soft Tissue Injuries in Sport. London : Blackwell scientific Publication.
  • Mc Rae,Ronald. (1994) . Practical Fracture Treatment ( third edition). Hongkong.
  • Norkin,C.Chynthia and D. Joice White. (1995). Measurement of Joint Motion a Guide to Goniometry ( second edition). Philadelphia : F.A Davis Company

 

 

 

TERAPI LATIHAN : FISIOTERAPI PADA POOLTHERAPY


Fisioterapi pada PoolTherapy

          Therapy kolam renang dengan air hangat memberi dampak kebebasan bergerak bagi pasien dan mengurasi rasa sakit.Therapy didalam kolam renang memungkinkan untuk berdiri bebas tanpa pegangan sehingga memilki manfaat tidak terjadi benturan dan tekanan sebagaimana bila dilakukan didarat.Therapy dengan media kolam renang sangatlah banyak manfaatnya pada penderita dengan gangguan muskuloskeletal, therapy dikolam renang tentu berbeda dengan therapy diatas bed/didaratan.

          Keuntungan-keuntungan therapy didalam kolam renang selain faktor keunggulan sifat-sifat zat cair itu sendiri seperti pada hukum archimides, hukum pascal, adanya keuntungan yang bersifat psykologis berupa rekreasi dan hiburan sehingga pasien tidak merasa jenuh dan bosan dan tidak merasakan dirinya memiliki gangguan, apalagi apabila kolam renang memiliki suhu temperatur yang bisa dirubah panas atau dingin, dan memiliki mesin turbulensi untuk menyemprotkan air sebagai pemijatan dan rileksasi. Zat cair memiliki sifat-sifat yang unik berbeda dengan jenis zat yang lain. Di bawah ini merupakan penjelasan dasar mengenai hukum pascal dan hukum archimides.


Hukum-Hukum Hidrostatika


       Hukum Pascal

      
      Hukum Pascal mengatakan bahwa:“tekanan pada suatu titik akan diteruskan kesemua titik lain secara sama”.
Artinya bila tekanan pada suatu titik dalam zat cair ditambah dengan suatu harga, maka tekanan semua titik di tempat lain pada zat cair yang sama akan bertambah dengan harga yang sama pula.

        
          Hukum Archimedes

          
 Salah satu hukum hidrostatika yang lain adalah hukum archimedes yang mengatakan bahwa:“Setiap benda yang berada dalam satu fluida maka benda itu akan mengalami gaya keatas, yang disebut gaya apung, sebesar berat air yang dipindahkannya”.


          Hukum ini juga bukan suatu hukum fundamental karena dapat diturunkan dari hukum newton juga.Bila gaya archimedes sama dengan gaya berat W maka resultan gaya =0 dan benda melayang .
Bila  FA > W maka benda akan terdorong keatas akan melayang


          Jika rapat massa fluida lebih kecil daripada rapat massa balok maka agar balok berada dalam keadaan seimbang,volume zat cair yang dipindahkan harus lebih kecil dari pada volume balok.Artinya tidak seluruhnya berada terendam dalam cairan dengan perkataan lain benda mengapung. Agar benda melayang maka volume zat cair yang dipindahkan harus sama dengan volume balok dan rapat massa cairan sama dengan rapat rapat massa benda.

          Jika rapat massa benda lebih besar daripada rapat massa fluida, maka benda akan mengalami gaya total ke bawah yang tidak sama dengan nol. Artinya benda akan jatuh tenggelam.


Alat bantu therapy selain kolam renang yang memadai juga adanya pelampung, bisa berupa bola karet, ban dalam mobil, atau gabus besar.

 

PELAKSANAAN TEKNIK TERAPI LATIHAN R.MC. KENZIE EXERCISES


Latihan 1 :
  • Penderita tidur tengkurap, kedua tangan sejajar badan, kepala menoleh ke samping, atur pernapasan dan ikuti dengan relaksasi otot punggung. Posisi ini dipertahankan kira-kira 5 menit, sehingga tercapai relaksasi.

Latihan 2 :
  • Penderita tidur tengkurap bertumpu pada kedua siku, pandangan lurus ke depan, pertahankan posisi kira-kira 5 menit sehingga dirasakan bagian pinggang ke bawah rileks. Latihan ini selalu diikuti latihan 1 pada setiap sessionnya.

Latihan 3:
  • Penderita tidur tengkurap, kedua tangan diletakkan pada posisi seperti push up. Kemudian tangan menekan lantai sehingga siku lurus, badan terangkat ke atas sampai pinggang terasa sebatas rasa sakit, pertahankan selama 1-2 detik dan usahakan pelvis serta kedua tungkai tetap menempel di lantai. Latihan ini efektif untuk terapi saat akut, juga dapat mengurangi ketegangan otot punggung dan mencegah berulangnya sakit pinggang. Setiap kali latihan ulangi 10 kali gerakan dilakukan 4-6 kali sehari. Apabila dalam 1 minggu tidak ada perubahan atau justru sakitnya bertambah maka perlu didiskusikan dengan dokter.

Latihan 4 :
  • Penderita berdiri tegak dengan kedua tangan diletakkan pada bagian punggung, kemudian badan digerakkan lurus dengan kedua tangan sebagai fiksator, diusahakan kedua lutut dalam posisi lurus, selanjutnya posisikan kembali tegak, latihan dilakukan selama 1-2 detik.

Latihan 5 :
  • Penderita tidur terlentang dengan fleksi sendi paha dan lutut, kemudian dengan kedua lengan, kedua tungkai ditarik kearah dada, kepala tidak perlu diangkat kemudian kembali ke posisi semula. Ulangi 6-8 kali gerakan, lakukan 2-4 kali sehari setiap kali latihan seharusnya diikuti dengan latihan 3.

Latihan 6 :
  • Posisi penderita duduk dipinggir kursi, kepala fleksi kedua tangan diletakkan di atas lutut dengan lurus kemudian secara pelan-pelan pinggang dibuat dalam posisi lordosis yang ekstrem dalam beberapa saat, kemudian ke posisi awal. Kedua telapak kaki menumpu lantai, pandangan lurus ke depan , gerakan badan ke depan dan kedua tangan menyentuh lantai . Kembali lagi pelan-pelan ke posisi semula. Sebagai latihan lebih lanjut gerakan kepala mendekati lantai dan kedua tangan dapat memegang pergelangan kaki. Ulangi setiap 5-6 kali dan 3-4 kali sehari. Latihan ini dilakukan bila latihan 5 dapat dilakukan tanpa sakit dan setiap melakukan latihan ini harus diikuti dengan latihan 3


TERAPI LATIHAN WILLIAM FLEKSION EXERCISE

Definisi William Fleksion Exercise

       William Fleksion Exercise adalah adalah suatu latihan yang ditujukan pada otot fleksor lumbosacral spine khususnya m. abdominalis dan gluteus maksimus.


Tujuan
          Menurunkan nyeri dengan cara meningkatkan kekuatan otot abdominal dan lumbosacral serta mengulur back ekstensor.

Petunjuk

          Latihan inin harus dilakukan setiap hari dan dihentikan atau tidak boleh dilakukan saat timbul rasa nyeri.

Pelaksanaan

          1. Pasien rileks dan comfortable
          2. Posisi awal

          Pasien tidur terlentang dengan lutut bengkok dan kaki dirapatkan di bed. Lalu kontraksikan otot punggung dengan menekan bed selama 5 detik, kemudian rileks.
Ini diulang selama 10 kali latihan. tempatkan tangan di bawah punggung untuk memastikan punggung pasien datar.

          3. Posisi sama dengan latihan pertama, dengan kedua lengan menyilang di dada dan kepala penderita sentuhkan ke dada, angkat hingga bahu meninggalkan bed dan kontraksikan otot perut selama 6 detik atau 6 kali hitungan, lalu rileks. Lakukan latihan sebanyak 10 kali dalam setiap kali pengobatan.

          4. Posisi sama dengan no.3, dilakukan dengan mengangkat kedua tungkai dalam posisi lutut bengkok dengan mengangkat kepala dan bahu selama 10 kali setiap 5 detik. Yang penting diperhatikan latihan ketiga dan keempat ini ialah membawa lutut kearah dagu sekuat mungkin sebelum dibantu dengan kedua tangan penderita sampai menyentuh dada.

          5. Posisi pasien tidur tengkurap dengan kedua lengan menyangga badan, lalu tarik satu tungkai ke depan dengan fleksi lutut dan hip dan tekan ke bawah, dilakukan 10 kali secara bergantian antara satu tungkai dengan tungkai lainnya.

          6. Posisi berdiri/bersandar di tembok badan rapat dengan jarak tumit dari dinding 4-6 inci, kemudian pasien menggeser tungkainya ke depan dengan belakang tetap menempel di tembok dan posisi ini dipertahankan selama 10 detik dan dilakukan secara berulang dan ditingkatkan.

 

 

 

 

 

TERAPI BOBATH


            Terapi ini pertama kali diperkenalkan oleh Bertha Bobath. Terapi ini dikenal nama NDT (Neuro Developmental Treatment).

Dasar Metode Bobath
 
          Dasar pengobatan bobath ialah perkembangan motoris yang normal, dimana righting reaction dan keseimbangan merupakan faktor yang sangat penting. Prinsip pengobatannya ialah fasilitasi, inhibisi dan stimulasi.

Righting Reaction
          Reaksi yang pertama kali muncul pada anak ialah righting reaction yaitu pada usia 10-12 bulan dan hilang pada usia 6 tahun. Yang termasuk righting reaction ialah:
 

     1. Neck righting reaction 

Dengan memutar kepala secara pasif atau aktif ke salah satu sisi dengan posisi terlentang akan terjadi gerakan memutar ke samping atau miring.
 

       2. Labirinthing reaction 
Reaksinya ialah menegakkan kepala dalam posisi tengkurap, muncul pada usia 1-6 bulan
 

       3. Reaksi vaetibular
Reaksi
mempertahankan kepala saat terlentang menuju keduduk
 

       4. Body righting reaction (gerakan kepala)
Mengatur posisi kepala diudara, timbul saat kaki anak disentuhkan dilantai, yang diikuti tegaknya kepala.        
 

       5. Body righting reaction (gerakan tubuh)
Terdapat pada anak usia 6-8 bulan. Modifikasi dari neck righting reaction. Kepala diputar akan diikuti rotasi bahu, lalu diikuti rotasi pelvis atau sebaliknya. Reaksi ini membantu anak tengkurap sendiri.
 

       6. Optical righting reaction
Reaksi untuk melihatm berkembang sesuai dengan kematangan usia anak.

REAKSI KESEIMBANGAN
          Diperlukan untuk mempertahankan posisi, mengatur dan menyesuaikan sikap tubuh dan anggota gerak. Muncul saat usia 6 bulan. Reaksi ini kompleks yang bekerja sama dengan sejumalh reaksi yaitu:
 

              1. Antigravity Mechanism
Disebut juga supporting reaction, untuk mempertahankan tubuh terhadap gravitasi
 

              2. Postural fiksasi
Memberikan fiksasi pada bagian tubuh, misalnya kepala dengan tubuh
 

              3. Counter posisi
Reaksi pengaturan posisi badan dan gerakan, sehingga memungkinkan gerakan selama mempertahankan suatu posisi.
 

              4. Tilt reaction
Reaksi mempertahankan keseimbangan sewaktu diangkat dari bidang horizontal. Mulai timbul usia 6 bulan.
 

              5. Protective reaction
Reaksi mencegah badan jatuh ke bawah, misalnya berdiri di dorong ke depan, reaksi melangkah atau melompat ke depan. Selain reaksi tersebut juga perlu diketahui ialah: reflex landau, ATNR, menggenggam, STNR, dsb.

Sumber : Buku Terapi Latihan (Teknik Khusus Terapi Latihan)
Oleh : Suharto,S.Pd, M.Kes, RPT


PRINSIP TERAPI BOBATH DAN PROGRAM PENGOBATAN

 

Prinsip Terapi Bobath

 

       1. Inhibisi
Ialah menghambat pola gerak abnormal maupun sikap tubuh abnormal. Tekniknya di sebut RIP (Refleks inhibisi postur), misalnya spastisitus ekstensor, anak diposisikan ke fleksi

 

       2. Fasilitasi
Upaya memberikan kemudahan, disini di berikan fasilitasi adalah posisi dan gerakan yang lebih normal.

 

       3. Stimulasi
Biasanya diberikan pada kasus hypotonic. Tekniknya berupa kompresi, tapping atau stroking, juga bisa dengan goresan es.

 

       4. Key point of control (KPOC)
Tempat tertentu yang paling efektif memberikan inhibisi, fasilitasi maupun stamulasi. Biasanya sendi proksimal, misalnya panggul, bahu dan sebagainya, meskipun tempat-tempat lain juga bisa di gunakan.

Program Pengobatan
 

          1. Fasilitasi duduk dari posisi miring
          2. Fasilitasi duduk dari tengkurap
          3. Fasilitasi dalam posisi merangkak
          4. Fasilitasi dan atau stabilisasi posisi duduk
          5. Berdiri dengan bantuan atau sandaran

Sumber : Buku Terapi Latihan (Teknik Khusus Terapi Latihan)
Oleh : Suharto,S.Pd, M.Kes, RPT

PROPRIOCEPTIF NEUROMUSCULAR FASILITATION (PNF)


Definisi PNF (PROPRIOCEPTIF NEUROMUSCULAR FASILITATION)       

          PNF memiliki pengertian yang mendasar. Dari kata Fasilitation atau fasilitasi dapat di artikan mempermudah atau membuat mudah. Fasilitasi ditujukan pada reaksi atau respon neuromuscular dengan jalan memberikan suatu stimulus dari luar/perifer terhadap saraf aferen khusus yang propriosensor. Dengan demikian arti PNF adalah fasilitasi respon neuromuskular melalui propriosensor.

Prinsip Dasar Pnf

          Prinsip dasar PNF adalah prinsip yang mendasari teknik pelaksanaan PNF yang harus ada pada setiap penerapan teknik PNF. Adapun prinsip dasar PNF adalah :

·         Optimal resisten
·         Manual kontak
·         Stimulasi verbal
·         Timbal balik visual
·         Body mekanik
·         Traksi dan aproksimasi
·         Irradiasi
·         Reinforcement
·         Komponen gerak

Pola Gerakan Pnf Pada Lengan

  1. Fleksi – abduksi – eksorotasi
  2. Fleksi – abduksi – eksorotasi dengan elbow fleksi
  3. Fleksi – abduksi – eksorotasi dengan elbow ekstensi
  4. Ekstensi – adduksi – endorotasi
  5. Ekstensi – adduksi – endorotasi dengan elbow fleksi
  6. Ekstensi – adduksi – endorotasi dengan elbow ekstensi
  7. Fleksi – adduksi – eksorotasi
  8. Fleksi – adduksi – eksorotasi dengan fleksi elbow
  9. Fleksi – adduksi – eksorotasi dengan ekstensi elbow
  10. Ekstensi – abduksi – endorotasi
  11. Ekstensi – abduksi – endorotasi dengan fleksi elbow
  12. Ekstensi – abduksi – endorotasi dengan ekstensi elbow

TUJUAN TERAPI LATIHAN : “MOBILITAS DAN FLEKSIBILITAS”

          Mobilitas dan fleksibilitas untuk jaringan kontraktil dan non kontraktil serta sendi adalah penting untuk gerakan fungsional normal. Jika gerakan normal terbatas/terhambat karena adanya penyakit atau trauma pada jaringan lunak dan sendi (timbul nyeri, imflamasi atau kelemahan) maka akan terjadi adaptasi pemendekan (tightness) pada jaringan lunak dan sendi, akan mengganggu mobilitas dan fleksibilitas.
         
         Jaringan lunak terdiri atas jaringan kontraktil dan non-kontraktil, yaitu otot, jaringan konnectif dan kulit. Otot memiliki unsur kontraktil dan elastis, dapat memendek ketika berkontraksi dan relax setelah kontraksi serta dapat diulur secara pasif, jika immobile dalam waktu lama maka fleksibilitasnya akan hilang dan terjadi adaptasi pemedekan, dikenal dengan “Kontraktur”.
         
          Untuk mengembalikan fleksibilitas penuh, maka perlu diperhatikan unsur neurofisiologi otot (fungsi muscle spindle dan golgi tendon organ), proses relaksasi dan unsur elastis pasif dari otot, bentuk terapi latihannya adalahnya Pasif/aktif streching, Contract Relax + Streching, Hold rilex + Streching. Jaringan konnektif utamanya tersusun oleh jaringan collagen, akan memanjang secara perlahan jika diulur dan akan beradaptasi memendek jika di immobilisasi, jika terjadi injury (luka) maka selama proses penyembuhan akan terbentuk jaringan konnektif yang padat, disebut “scar”.
          Immobilisasi dalam waktu yang lama harus dihindari, untuk mencegah formasi jaringan fibrotik yang yang padat dan kontraktur yang menetap, bentuk terapi latihannya adalah pasif streching dan mobilisasi sendi. Mobilitas atau fleksibilitas normal kulit harus juga dipelihara untuk menghasilkan gerakan normal, ketika terjadi jaringan parut (scar tissue) setelah luka bakar, tergores atau tercabik maka akan berkembang tightness pada kulit dan menyebabkan keterbatasan gerak, bentuk terapi latihannya adalah aktif/pasif exercise lebih awal untuk meminimalkan tightness.
Mobilitas Sendi
          Untuk menghasilkan gerakan normal diperlukan kinematik sendi yang sesuai, perlu laxity kapsul yang cukup untuk menghsilkan gerakan normal roll-slide, adanya pemendekan atau kekakuan kapsul sendi akan membatasi gerakan, bentuk terapi latihannya adalah mobilisasi sendi.

POLA GERAKAN PNF PADA TUNGKAI

          • Fleksi – abduksi – endorotasi           • Fleksi – abduksi – endorotasi dengan knee fleksi           • Fleksi – abduksi – endorotasi dengan knee ekstensi           • Ekstensi – adduksi – eksorotasi           • Ekstensi – adduksi – eksorotasi dengan knee fleksi           • Ekstensi – adduksi – eksorotasi dengan knee ekstensi           • Fleksi – adduksi – endorotasi           • Fleksi – adduksi – endorotasi dengan knee fleksi           • Fleksi – adduksi – endorotasi dengan knee ekstensi           • Ekstensi – abduksi – eksorotasi           • Ekstensi – abduksi – endorotasi dengan knee fleksi           • Ekstensi – abduksi – eksorotasi dengan knee ekstensi           • Ekstensi – abduksi – eksorotasi dengan knee fleksi

TEKNIK KHUSUS PNF

       1. Hold Rileks
Kasus        :
keterbatasan gerak/ROM sendi lutut  
Pelaksanaan :
          penderita tengkurap dengan lutut fleksi. Fisioterapi disamping penderita, satu tangan pada sendi lutut, tangan yang lain dibagian distal sendi pergelangan kaki. Penderita diperintahkan menggerakkan sendi lututnya ke ekstensi sebatas ROM yang ada melawan tahanan yang diberikan fisioterapis secara optimal pada posisi tersebut selama 8 hitungan, hingga terjadi isometric kontraksi selama 8 detik satu kali gerakan dan rileks. Diulang 3-4 kali, setelah itu penderita disuruh menggerakkan lututnya kearah ekstensi sekuat mungkin diikuti pemberian force passive movement kearah ekstensi lutut ketika pasien rileks.

Tujuan:
       mengulur m. hamstring, memperkuat hamstring dan m. quadriceps. Latihan diulang 5-6 kali setiap terapi.

       2. Kontraks rileks
Kasus        :
keterbatasan sendi lutut  
Pelaksanaan :
          penderita tengkurap dengan lutut fleksi, fisioterapis disamping penderita, satu tangan pada sendi lutut dan tangan yang lain pada bagian distal ankle joint. Lalu penderita disuruh menggerakkan sendi lututnya kea rah ekstensi sebatas ROM yang ada , lalu pasien disuruh menggerakkan sendi lututnya ke arah fleksi dengan melawan tahanan fisioterapis sehingga terjadi isotonic kontraksi kea rah fleksi lutut yang dilakukan 3-4 kali, kemudian penderita disuruh menggerakkan lututnya kea rah ekstensi agar m. hamstring rileks sepenuhnya. Lalu penderita melakukan gerakan ekstensi lutut sekuat mungkin agar m. quadriceps berkontraksi maksimal, lalu fisioterapis memberikan force passive movement ke arak ekstensi.

Tujuan :
          mengulur dan memperkuat hamstring dan menambah ROM ekstensi dan memperkuat koordinasi gerakan.

 

FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL (DISFUNGSI EREKSI)


Problem sex pasca stroke dipengaruhi oleh beberapa factor :

                             1.Usia
                             2.Body image
                             3.Jenis stroke
                             4.Psikiatris dan emosi

Secara general dipengaruhi oleh kemampuan fisik dan daya tahan. Peningkatan kemampuan fisik dan daya tahan dapat diberikan denga cara pemberian model – model fasilitasi diantaranya :


  • Terapi latihan gerak (exercise therapy)
  • Stimulasi elektris, untuk memperbaiki gerak fungsional
  • Psichotherapy
  • Pendekatan medis secara spesifik dalam berbagai aspek

Secara general model fasilitasi dapat diberikan oleh fisioterapis okupasional terapis dan dokter.


What are some general guidelines for couples resuming sex ?
 

  1. Choose a time when you’re rested, relaxed and free from the stress brought on by the day’s activities
  2. wait one to three hours after eating a full meal so diges can  take  place
  3. select a familiar, Peaceful setting that’s free from interruptions
  4. If prescribed by your doctor, take medicine prior to sexual relations

RESPON FISIOLOGIS ALAT SEKSUAL PRIA DAN WANITA

Marcus dan Jhonson membagi respon seksual yang normal menjadi 4 (empat) fase:

          1.Massa rangsangan (excitement)
          2.Massa dataran tinggi (plateu)
          3.Massa orgasme (orgasm phase)
          4.Massa peregaan (resolution phase)

          Keempat rentetan reaksi diatas merupakan suatu siklus seksual yang lengkap. Massa rangsangan terjadi sebagai akibat dari rangsangan tubuh dan atau rangsangan psikis. Massa ini merupakan massa yang paling panjang. Apabila rangsangan ini dilanjutkan dan tegangan meningkat maka masa rangsangan ini beralih kemassa berikutnya, yakni masa dataran tinggi. Plateu phase ini dengan spontan beralih ke massa orgasme yang singkat (beberapa detik, yang pada pria disertai penyemprotan air mani. Massa berikutnya adalah massa peregaan, yakni massa kembali kedalam keadaan semula. Kaplan (1974), dikutip oleh MacLean A B, membagi fisiologi respon seksual menjadi 2 (dua) tahap yakni : 

          (1) Tahap Vasokongesti (pengumpulan darah) dan
          (2) Tahap myiotonia (peningkatan tonus otot)

Fase I atau massa perangsangan terjadi reaksi vasokongesti                 ,dimana reflek dilatasi dari pelvis dan pembuluh – pembuluh darah sekitar vagina menyebabkan distensi vagina bagian bawah, ereksi bulbus dan korpus kavernosa klitoris. Transudasi sepanjang dinding vagina mengeluarkan cairan mirip plasma yang berfungsi sebagai lubrikasi. Perubahan vascular ini dikontrol oleh saraf parasimpatis. Pada pria vasodilatasi pembuluh darah ke panis lalu ereksi dan tonus meningkat.

Fase II atau massa orgasme ditandai dengan peningkatan tonus otot dan reflek         

 klonik otot – otot dasar panggul, sfinter ani dan uterus dalam 5 sampai 10 kontraksi ritmis. Respon reflek ini distimulasi melalui klitoris dan kontraksi otot vagina dan otot dasar panggul merupakan efek motorisnya. Pada pria tonus dae rah penis meningkat menjadi lebih tegang dan Cloper’s glands mengeluarkan cairan (fluid).
 

Male orgasme
 

          For the men, orgasme (which include ejaculation) occurs in two stages : (1) feeling of inevitability dan (2) the ejaculation of semen. The first stage begins with a rising feeling of anxiety that something is soon to be happening inside the pelvic area. The rapid buildup of feeling has an imperative quality to it. The second stage begins with feeling of contraction deep within the pelvic as prostate gland and the seminal vesicles contrac in ejaculation, sepurting the semen out of the uretra. When these feeling of contraction begin, there is no stoping ejaculation, and the men comes in spurts of warm, milky semen.

Respon Seksual Pada Wanita
 

Daerah Genital

          Selama massa rangsangan pada wanita, terjadi pembengkakan kelenjar klitoris , vasokongesti dan pembesaran klitoris. Vagina mengalami lubrikasi dalam 10 sampai 30 detik setelah rangsangan dan memanjang serta bewarna biru tua. Uterus sedikit terangkat dan korpus menjadi lebih mudah terangsang. Labia mayora mendatar, terbuka dan terangkat keluar dari liang vagina . Lbia minora membengkak dan menonjol, memudahkan penetrasi oleh penis.
 

          Pada massa dataran tinggi , klitoris mengkerut (retraksi ) di bawah simfisis. Vagina 1/3 distal sedikit melebar, membengkak dan edematous sehingga terbentuk suatu manset orgastik (orgasmic platform), sehingga penis seolah – olah dicengkram lebih erat. Korpus dan serviks uteri terangkat lebih keatas. Labia mayora membengkak, sedang labia minora berubah warna dari merah terang menjadi merah tua menjelang orgasme. Pada tahap ini kelenjar bartholini mengeluarkan satu atau beberapa tetes cairan mucus.
          

                Pada massa orgasme, kontraksi dari manset orgastik pada vagina terjadi sebanyak 6 sampai 12 kali dalam kurun waktu 0,8 detik. Uterus juga berkontraksi sesuai dengan intensitas orgasme.
Selama massa resolusi, klitoris kembali ke posisi semula . 5 sampai 10 detik setelah orgasme, vagina berhenti berkontraksi dan dengan cepat mengendur dan kembali ke warna semula dalam 10 sampai 15 menit. Uterus juga kembali ke posisi semula, tetapi osteum uteri eksternum tetap membuka selama 20 sampai 30 menit. Labia mayora kembali ke besar yang normal dan labia minora berubah warna dari merah terang menjadi merah muda dalam 15 detik dan ukurannya juga mengecil separti semula.

Ekstragenital

          Sejumlah reaksi ekstragenital terjadi selama fase – fase respon seksual pada wanita. Selama massa rangsangan, beberapa perubahan terjadi pada payudara. Papilla mamae terangkat dan membesar disertai pembengkakan disekitar aerola mamae. Bercak eritema terjadi pada fase akhir massa rangsangan, dimulai sekitar epigastrium dan meyebar ke payudara.Terjadi peningkatan tonus otot, baik otot lurik maupun otot polos.


          Selama massa dataran tinggi, papilla mamae menjadi ereksi, payudara membesar dan areolanya semakin ereksi. Berkas eritema jelas nampak dan tonus otot meningkat ditandai dengan kontraksi spastis. Takikardia meningkat mencapai 175 kali permenit diikuti peningkatan tekanan sistoloik dan diastolic masing – masing sebesar 20 sampai 60 mmHg dan 10 sampai 20 mmHg.


               Pada saat orgasme , bercak eritema sesuai dengan intensitas reaksi . Tonus otot maksimal dengan hilangnya fungsi control, ditandai dengan kontraksi involunter dari sfinter ani. Pernafasan meningkat menjadi 40 kali permenit dan takikardia antara 110 sampai 180 kali permenit. Tekanan darah meningkat antara 30 sampai 50 mmHg sistolik dan 20 sampai 40 mmHg diastolic.


           Selam massa resolusi , terjadi pengenduran payudara dan areola mamae dengan cepat. Pengecilan volume payudara lebih lambat , kerja eritema menghilang dengan cepat. Miotonia jarang berlanjut lebih dari 5 (lima) menit setelah orgasme. Hiperventilasi dan takikardia kembali menjadi normal dengan cepat.

Female Organisme

          Female experience orgasm with a feeling of suspension that is followed by a climax of intense sensation in the clitoris. The sensation then moves through the pelvic – some say a feeling of “ falling “, “ opening up “ , or “labor pains”. A warmth spreading from the pelvic through the rest of the body may follow

Massa Klimakterium

          Sejak lahir setiap wanita normal akan mengalami beberapa fase yang merupakan proses alam yang wajar. Kehidupan seorang wanita pada fase – fase terdahulu sangat berpengaruh bagi kehidupan pada fase selanjutnya. Klimakterium dimaksudkan sebagai massa yang bermula dari akhir tingkat reproduksi sampai awal tingkat senium. Massa ini adalah suatu periode penyesuaian diri dengan menurunnya produksi hormone – hormone yang dihasilkan ovarium. Massa klimakterium meliputi massa premenapouse, menapouse, pasca menapouse, ooforopause dan prasenium. Periode ini berlangsung beberapa tahun, kadang sampai lebih dari 10 tahun, antara usia 40 sampai 65 tahun.

  1. Premenopause merupakan massa 4 sampai 5 tahun sebelum menopause, bilamana telah ada keluhan klimakterium dan perdarahan yang tidak teratur
  2. Menopause berasal dari bahasa Yunani yang berarti berhenti haid.Menopause terjadi dalam massa klimakterium pada usia sekitar 50 tahun . Pada saat menopause inilah terjadi perdarahan uterus terakhir yang masih dikendalikan oleh ovarium.
  3. Pasca menopause merupakan massa 3 sampai 5 tahun setelah menopause
  4. Ooforopause adalah saat ovarium kehilangan sama sekali fungsi hormonalnya.

          Proses utama yang mengakibatkan menopause adalah habisnya folikel pada ovarium. Meskipun pada tiap – tiap haid hanya 1(satu) folikel yang mengalami ovulasi tetapi nampaknya kerusakan folikel jauh lebih cepat. Tidak terbentuknya folikel dapat secara tiba – tiba atau secara lambat laun. Makin sedikit folikel yang berkembang makin berkurang pembentukan hormone esterogen, yang menyebabkan ovulasi dan siklus haid menjadi tidak teratur. Keutuhan jarinagan vagina dan vulva juga menurun , demikian pula jaringan alat tubuh lain yang berada di bawah pengaruh esterogen.
Selain gangguan dalam bentuk haid sampai terhentinya haid, wanita dalam massa klimakterium sering mengalami gejala – gejala berikut ini :



  1. Hot Flushes (Semburan Panas), yang merupakan sensasi seperti gelombang panas yang meliputi bagian atas dada, leher dan muka yang disusul dengan kringat yang banyak, pada malam hari  keadaan ini sangat mengganggu wanita tersebut.
  2. Gejala Psikologi, berupa rasa takut , tegang , depresi, mudah sedih, lekas marah , gampang tersinggung, gugup dan kondisi jiwa yang  tidak stabil.
  3. Fatique, yaitu rasa lelah yang diakibatkan berhentinya fungsi ovarium.
  4. Atropi, yaitu kemunduran keadaan gizi serta lapisan jaringan. Alat kelamin menjadi kisut, vagina bertambah kecil dan kering sehingga sering mengakibatkan dispareunia, gatal – gatal didaerah  kemaluan ,keputihan dan rasa sakit saat berkemih. Keadaan ini memudahkan terjadinya infeksi . Secara umum kulit pun mengalami atropi, rambut menjadi kasar dan jarang, begitu pula rambut ketiak dan sekitar kemaluan, sampai akhirnya hilang sama sekali.
  5. Insomnia
  6. Pusing atau sakit kepala
  7. Rasa sakit pada seluruh anggota tubuh
  8. Menurunnya libido
  9. Berdebar – debar (palpitasi)
GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL PADA PRIA

          Dari sekian banyak gangguan fungsi seksual pada pria, yang 0paling sering ditemukan adalah gangguan fungsi ereksi. Diperkirakan, 1 dari 2 pria berusia 40 – 70 tahun mengalami penurunan kualitas ereksi.
Suatu ereksi dikatakan normal jika pada saat bercumbu bias mendapatkan ereksi yang keras sampai kaku, lalu bias melakukan penetrasi dan bertahan sampai ejakulasi. Bila bisa mencapai ereksi tapi ketika akan dilakukan penetrasi kemudian penis menjadi lemas atau bila sama sekali tidak dapat mencapai ereksi, maka dipastika mengalami gangguan fungsi ereksi.

Apa yang terjadi saat ereksi?
       

   Di sepanjang penis terdapat dua struktur yang menyerupai busa spons, yaitu korpus kavernosa. Penis juga memiliki pembuluh darah yang terdiri dari atreri dan vena untuk mengalirkan darah ke dan dari penis. Jika sinyal dari otak telah sampai ke penis, maka akan dilepaskan zat kimia nitrogen oksida (NO). NO menyebabkan meningkatnya kadar cGMP (siklik guanosisn mono fosfat) yang akan membuka pembuluh darah dan melemaskan otot-otot di dalam korpus kavernosa sehingga darah akan lebih banyak masuk. Sementara itu, vena akan tertekan menahan darah di dalam penis. Adanya darah ekstra ini akan meningkatkan tekanan dan menyebabkan penis menjadi keras dan membesar.

Penyebab Gangguan Fungsi Seksual

FAKTOR FISIK
 

          •Diabetes
          •Operasi prostat
          •Tekanan darah tinggi
          •Penyakit jantung
          •Kolesterol tinggi
          •Gagal ginjal
          •Stroke, cedera tulang belakang
          •Sklerosis multiple

FAKTOR PSIKIS
 

          •Depresi
          •Stress
          •Kecemasan
          •Kurang rasa percaya diri
          •Konflik
          •Kehilangan orang yang dicintai
          •Perubahan status social
          •Kelelahan
          •Pikiran negatif, diman ahubungan bisa mempengaruhi kemampuan pasangan    suami istri untuk berfungsi secara utuh dan benar

FAKTOR LAIN
          •Merokok
          •Alkohol
          •Diet yang buruk
          •Efek samping obat – obatan (misalnya anti depresi, anti-hipertensi)

STIMULASI ELEKTRIS PADA DISFUNGSI EREKSI
 

Sarat Arus Listrik Sebagai Stimulasi Elektris:

  1. Melalui reseptor kulit (transcutaneus) dengan reseptor spesifik
  2. Arus listrik dengan modifikasi (frekuensi pulsa, durasi pulsa, intensitas pulsa)
  3. Respon stimulasi elektris terhadap saraf somatis dan simpatis.
  4. Spesifikasi jaringan atau organ yang dituju untuk mendapatkan efek terapeutik yang diharapkan

TUJUAN


          1.Fasilitasi kontraksi otot
          2.Memperbaiki vasomotor corpus karvernosum
          3.Sensory erection habituation
          4.Memacu mekanisme ereksi

PELAKSANAAN :


          1.Frekuensi rendah
          2.Frekuensi menengah

APLIKASI ENS PADA DISFUNGSI EREKSI DENGAN ARUS DIADYNAMIS:
 

          1. Lokal (regional)
 

Posisi pasien          : Tidur tengkurap
ENS                      : DIADYNAMIS gelombang LP, MF+LP
Penempatan elektrode
Saraf somatis        : Lumbosacaral
Katode                  : Lumbosacara
Anode                    : Regio inguinal
Dosis                     : I(Intensitas) X t (waktu)
I = mitis
t = 10-20 menit


2. SEGMENTAL SOMATIS (AREA DERMATOM)
 

Posisi pasien          : Tidur tengkurap
ENS                      : DIADYNAMIS gelombang LP,MF+LP
Penempatan elektrose
Katose                   : Lumbosacral
Anode                    : Regio Adduktor hip proksimal
Dosis                     : I (intensitas) X t (waktu)
I = mitis
t = 10-20 menit

3. APLIKASI SEGMENTAL SIMPATIS
 

Posisi pasien          : tidur tengkurap
ENS                      : DIADYNAMIS gelombang CP, Cpid
Penempatan elektrode
Katode                  : Th 11 – Th 12
Anode                    : Lumbosacral
Dosis                     : I (intensitas) X t (waktu)
I = fortis
T = 10 – 20 menit
catatan:
t1 = 10 menit pertama, t2 = 10 menit kedua dengan pergantian polaritas anode ke katode dan sebaliknya
 

          Pemberian stimulasi elektris pada gangguan seksualitas dapat diberikan dengan arus listrik frekuensi rendah maupun arus listrik frekuensi menengah yang tergabung dalam modalitas sebagai TENS. Stimulasi elektris bukan merupakan   suatu terapi tunggal tetapi dapat dimodifikasi dengan terapi elektris yang tergabung dalam modalitas sumber fisis dan modalitas terapi latihan (exercise therapy) yang spesifik. Kompleksitas masalah gangguan fungsi ereksi juga diperlukan kerjasama multi diplioner yang terkait dalam penanganan gangguan seksualitas.

GANGGUAN FUNGSI SEKSUAL PADA WANITA
 

          Gangguan fungsi seksual pada wanita sering terjadi akibat menurunnya fungsi organ reproduksi yang berhubungan dengan wanita usia lanjut (Wulan).

Sex Pada Wanita
 

       Beberapa wanita meningkat libido dan aktivitas sex nya selama ovulasi dan menurun menjelang menstruasi, hal ini disebabkan pengaruh hormone estrogen, namun tidak benar bahwa wulan dengan kadar estrogen yang rendah tidak dapat mengalami respon seks yang normal, bahkan beberapa mengatakan libido meningkat setelah menopause oleh karena hilangnya kekhawatiran terhadap kehamilan. Namun penelitian Halllstrom (1977) menunjukkanterjadinya penurunan rangsangan seks, frekwensi koitus, dan kapasitas orgasmen setelah menopause. Tampaknya penipisan mukosa vagina, kekeringan, danm mengurangi elastisitas karena penurunan kadar estrogen berperan terhadap penurunan fungsi seksual ini.
 

             Kinsey. Dkk (1953) menyatakan bahwa penurunan aktivitas sex pada wanita sejalan dengan bertyambahnya umur dan pada WULAN, orgasme lebih mudah dicapai dengan masturbasi dibandingkan dengan coitus biasa. 75% dari pasangan berumur 50 tahun masih melakukan seks secara aktif dan lebih Dari 50% pasangan berumur lebih dari 75 tahun tetap melakukan koitus.
Pada WULAN perubahan pada vasokongesti, pembengkakakn pudendus dan lubrikasi vagina menurun dan terhambat, sedangkan masa peredaan (resolusi) lebih cepat terjadi ( kellet, 1988) trauma suwaktu koitus pada dinding vagina dan uretra mengakibatkan dispareunia dan disuria.
           

             Perubahan anatomi dan fisiologi seksualitas pada wulan sering mengakibatkan kelemahan otot – otot dasar panggul. Kelemahan otot dasar panggul juga dapat diakibatkan oleh adanya kondisi patologi tertentu misalnya : cystocele, atau uretrocele dan rectocele serta prolaps uteri.

OTOT DASAR PANGGUL


          Otot lapisan dalam tersebut muscle of the perineum sangat berperan dalam mempertahankan fungsi vagina sewaktu berkontraksi saat aktivitas seksual. Otot ini terdiri dari :
 

                   1.Otot ischio cavernous
                   2.Bulbocavernous
                   3.Deep perineal muscle (urogenital diaphragm)
                   4.Sphincter ani eksternal.

OTOT LAPISAN LUAR DISEBUT LEVATOR ARI
 

          Otot yang terdiri dari  otot dasar panggul dapat menjadi lemah/àpubococcigeus, iliococcygeus  weaknes :
pelvic floor muscle weakness, Oleh karena kelainan anatomi: Cystocele/Uretrocele, Rectocele & prolaps uteri


          Tanda-tanda pelvic floor muscle weaknes
 

                   1.Inkontinensia psikis
                   2.Kelainan anatomi (missal: Cystole)
                   3.Vagina Laxity
                   4.Prolaps uteri

          Aktivitas seksual terganggu:
 

                   1.Nyeri
                   2.Tidak nyaman
                   3.Keluhan pada bladder dan bowel

Penatalaksanaan Stimulasi Elektris Pada Gangguan Seksualitas Pada Wanita

          Pemasangan elektrode intra vaginal untuk pemeriksaan dan untuk aplikasi stimulasi elektris dengan metode lokal intra vaginal, aplikasi stimulasi elektris regional, aplikasi stimulasi elektris segmental simpatis dipisah
Untuk Memperkuat Otot-Otot Dasar Panggul Dapat Diberikan Latihan Penguatan Setelah Diberikan Stimulasi Elektris Dengan Metode Kegel Exercise

Prinsip Dasar Kegal Exercise (Latihan Metode Kegal)
 

Prinsip dasar latihan kegal:
 

          Posisi dasar tidur/ berbaring terlentang ( seperti gambar)
Lakukan 5 tahapan:

  1. Kontraksikan otot gluteus (pantat), tahan sampai 5 hitungan, kerjakan secara kuat kemudian pelan dan diselingi istirahat sebentar.
  2. Ketika mengerjakan (1) kontraksikan otot paha (adductor longus) dan ulur  pinggang seolah-olah datar, tahan sampai 7 hitungan.
  3. Selama mengerjakan (2) kontraksikan anus seolah-olah menahan buang air besar secara kuat.
  4. Pasakan kontraksi otot (1) (2) (3) seolah-olah secara kontinyu vagina ikut berkontraksi dan ureter seakan menahan urine yang mau keluar.
  5. Sambil mengerjakan (1) (2) (3) (4) tekan punggung ke bawah hingga otot perut bagian bawah berkontraksi secara static, tahan selama 8 hitungan.
Latihan ini dapat dikerjakan pada posisi duduk, berdiri bahkan pada saat aktivitas, dilakukan selama 3X sehari.

Yang perlu diingat:



  1. Latihan dikerjakan dengan durasi minimal 5 menit, dengan frekwensi 3 kali setiap hari.
  2. Tahan dengan kontraksi static otot dasar panggul sewaktu melakukan  aktivitas berat seperti mengangkat beban atau meloncat.
  3. Kerjakan dengan ritmis dan tekun serta tidak membebani psikis.
  4. Tanyakan pada fisioterapis atau dokter apabila ada hal-hal yang meragukan selama melakukan latihan ini.